Deskripsi: Sejarah Priangan atau Parahyangan sangat panjang karena daerah pegunungan yang suci ini sudah didiami oleh Suku Sunda Kuno dari zaman prasejarah.
Sejarah Priangan (Parahyangan); Tempat Singgahnya Para Dewa
Daerah Parahyangan atau Priangan adalah daerah pegunungan di provinsi Jawa Barat di pulau Jawa di Indonesia. Daerah ini mencakup Bandung (termasuk Bandung Barat), Ciamis, Garut, Tasikmalaya, Cimahi, Sumedang, dan Cianjur. Luasnya sekitar 1/6 dari Pulau Jawa (21.524 km2). Area yang masuk dalam daerah Parahyangan ini memang sangat luas. Daerah ini juga memiliki sejarah yang panjang.
Sejarah Singkat Parahyangan (Priangan)
Nama “Parahyangan” berasal dari kata bahasa Sunda yang berarti “tempat tinggal hyangs (dewa)”. ‘Para’ berarti ‘tinggi atau langit’ sedangkan ‘hyang’ berarti ‘dewa’. Itulah kenapa parahyangan yang merupakan daerah pegunungan dipercaya oleh Suku Sunda tradisional sebagai tempat tinggalnya para dewa. Menurut mereka, dewa tinggal di puncak-puncak gunung.
Sebuah legenda Sunda, Sangkuriang berisi tentang gambaran dari danau purba prasejarah di cekungan dataran tinggi Bandung, yang menyatakan bahwa Suka Sunda sudah mendiami wilayah tersebut sejak era Zaman Batu. Pepatah Sunda dan legenda lain yang populer menyebutkan tentang penciptaan dataran tinggi Parahyangan sebagai jantung atau pusat dari kerajaan Sunda. Teks tersebut berisi “Ketika hyangs (para dewa) tersenyum, tanah Parahyangan (kemudian) diciptakan”. Pepatah atau legenda ini menyiratkan bahwa dataran tinggi Parahyangan tempat tinggal para dewa, serta menyiratkan keindahan alamnya.
Wilayah Priangan telah menjadi tempat tinggal bagi manusia purba sejak jaman prasejarah, setidaknya sejak 9500 tahun sebelum sekarang. Ada beberapa temuan arkeologi prasejarah dari pemukiman manusia purba, di gua Pawon di daerah Padalarang, Bandung Barat, dan di sekitar danau tua Bandung. Reruntuhan Candi Bojongmenje ditemukan di daerah Rancaekek, Kabupaten Bandung, sebelah timur kota Bandung. Candi ini diperkirakan sudah ada dari awal abad ke-7 Masehi, sekitar periode yang sama atau bahkan lebih awal, daripada candi Dieng di Jawa Tengah.
Manuskrip bersejarah tertua menggambarkan wilayah Priangan yang ada pada abad ke-14 ditemukan di Cikapundung prasasti, di mana wilayah ini adalah salah satu pemukiman di dalam Kerajaan Pajajaran. Ya, Parahyangan merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Wilayah pegunungan pedalaman Parahyangan dianggap sebagai tempat suci dalam keyakinan Sunda Wiwitan. Kabuyutan atau mandala (tempat perlindungan suci) dari Jayagiri disebutkan di dalam teks-teks bahasa Sunda kuno dan terletak di suatu tempat di dataran tinggi Parahyangan, mungkin utara dari Bandung sekarang di lereng Gunung Tangkuban Perahu.
Jatuhnya Kerajaan Sunda
Setelah jatuhnya Kerajaan Sunda pada abad ke-16, Priangan diadministrasikan oleh para bangsawan dan aristokrat dari Cianjur, Sumedang dan Ciamis. Mereka para Pangeran mengklaim sebagai pewaris sah dan keturunan raja Sunda, Prabu Siliwangi. Meskipun kekuatan dominan pada waktu itu dipegang oleh Banten dan Kesultanan Cirebon, aristokrat Sunda dari dataran Parahyangan menikmati kebebasan sebagai daerah otonomi.
Pada 1617, Sultan Agung dari Mataram meluncurkan serangan atau invasi militer di seluruh Jawa dan mengalahkan Kesultanan Cirebon. Pada 1618 pasukan Mataram menaklukkan Ciamis dan Sumedang dan memerintah sebagian besar wilayah Parahyangan. Kesultanan Mataram terlibat dalam kontes kekuasaan dengan Dutch East India Company (VOC) yang berpusat di Batavia. Kemudian Mataram secara bertahap melemah melalui suksesi pangeran Jawa dan keterlibatan Belanda dari dalam dan pengadilan internal Mataram.
Untuk mengamankan posisi mereka, kemudian raja-raja Mataram telah membuat konsesi yang signifikan dengan VOC dan menyerahkan banyak lahan yang yang awalnya dikuasai oleh Sultan Agung termasuk wilayah Priangan. Sejak awal abad ke-18 Priangan berada di bawah kekuasaan Belanda. Hingga kemudian Indonesia mendapatkan kemerdekaannya, wilayah Priangan atau Parahyangan kemudian dibagi menjadi beberapa daerah seperti sekarang ini dan hanya dikenal sebagai daerah di masa Sunda Kuno atau Tradisional.